DI BERI KEJUTAN
Saat
bel pulang sekolah berbunyi, aku langsung mencari teman-temanku yang aku sebut bantara
untuk berkumpul. Bantara adalah nama
sebuah organisasi yang kami jalani, yaitu organisasi Pramuka. Bantara merupakan singkatan dari bantuan tentara rakyat .
Setelah beberapa menit mencari, akhirnya aku dan teman-temanku bertemu. Tetapi
ada seorang temanku yang belum bertemu denganku, yaitu Wasky. Aku coba
menghubunginya melalui SMS tetapi tidak dibalas. Aku coba menelponnya tapi
nomornya sedang tidak aktif. Akhirnya aku memutuskan untuk menjemput dia
kerumahnya.
“Sof,
Wasky gak ada nih, kamu tahu gak dia ada dimana?” Tanyaku pada Sofi ketika dia sampai diruangan
tempat kami berkumpul.
“Gak
tahu, coba kamu cari dikelasnya, mungkin masih disana.” Jawab Sofi sambil tetap
fokus memainkan hpnya.
“Udah
aku cari ke setiap sudut sekolah tapi aku tidak menemukannya.” Jawabku sedikit panik, karena sebentar lagi
kumpul dimulai.
“Yaudah
kamu kan bisa SMS atau telpon dia, apa susahnya sih?!” Jawabnya agak sinis.
“Udah
aku coba SMS dan telpon tapi nomornya enggak aktif. Coba kamu bantu cari apa
susahnya sih?!” Jawabku agak kesal.
“Terus
kalau aku bantuin cari, yang koordinir teman-teman yang lain siapa?! Cari sendiri
apa susahnya?!” Jawabnya marah.
“Ah
sudahlah! Biar aku susul kerumahnya saja, mungkin dia sudah pulang.” Jawabku
sambil pergi.
“Yaudah,
kenapa gak daritadi aja kaliiiiii??!!!!”
Jawabnya makin kesal.
Aku
hanya melirik ke arahnya dengan tatapan kesal. Aku mengambil motor ditempat
parkir dengan kasar. Kemudian melaju dengan kecepatan tinggi. Aku tak tahu
kenapa, hari ini Sofi begitu sensitif. Dia jadi mudah marah, padahal kan tadi
aku hanya bertanya.
Setelah beberapa menit menempuh perjalanan, akhirnya aku
sampai dirumah Wasky. Rumahnya tampak kosong. Aku mengetuk pintu dan
mengucapkan salam beberapa kali namun tak ada yang menjawab. Ketika aku
memutuskan untuk kembali ke sekolah, tiba-tiba pintu dibuka. Wasky sendiri yang
membukanya. Dengan mulut yang penuh dengan nasi, dia bertanya: “Ada apa
Wan?”
“Ada apa ada apa! Hari ini ada kumpul! Kenapa kamu malah
pulang?!” Aku berdengus kesal.
Sambil mengunyah dia berkata “Oiya Wan aku lupa.”
Jawabnya dengan muka polos. “Aku habiskan nasiku dulu ya. Setelah itu baru kita
pergi.”
“Ah gausah gausah! Nanti kita telat. Ayo cepetan!”
Jawabku panik. Kemudian dia bergegas mencuci tangannya lalu ikut naik motor
denganku.
Tak terasa, akhirnya aku dan Wasky sampai disekolah.
Teman-temanku yang lain sudah menunggu cukup lama diruangan tempat mereka
kumpul. Hal itu membuat mereka merasa kesal. Aku dan Wasky menjelaskan mengapa
kami datang kesekolah telat dan kami berdua meminta maaf pada teman kami.
Kemudian kami semua membicarakan tentang masalah keorganisasian bantara yang
sedang kami alami. Kami semua berdemokrasi untuk menyelesaikan masalah tersebut. Namun, Elma, salah satu anggota bantara
, menyalahkan aku sebagai penyebab atas permasalahan yang ada. Aku terkejut,
mengapa tiba-tiba seorang temanku itu menyalahkan aku?
“Teman-teman, kalian semua tahu gak penyebab dari masalah
yang kita alami sekarang? Penyebabnya itu adalah dia!” Ujar Elma sambil
menunjuk ke arahku.
Aku dan beberapa temanku terkejut. Mengapa Elma bisa
berbicara seperti itu padaku?
“Apa? Aku? Kenapa aku yang disalahkan Elma? Kamu kalau
ngomong jangan sembarangan!” Bantahku dengan sedikit kesal.
“Ya siapa lagi kalau bukan kamu?! Kamu kan ketua dari
organisasi ini. Yang harus disalahkan ya berarti kamu!” Jawabnya marah.
“Enak aja kamu ngomong! Enggak setiap masalah yang ada
itu penyebabnya adalah ketuanya senidiri!” Jawabku ikut marah.
“Ah udah-udah! Bisa ga sih kalian ngomongnya gak usah marah
- marah?! Gak usah berisik?! Banyak orang tuh diluar, malu sama orang-orang!”
Saut Anissa salah satu anggota bantara.
Saat kami sedang berbincang-bincang, karena suara kami
keras akhirnya terdengar oleh beberapa anggota senior bantara kami, yaitu teh
Irma, teh Caroline, dan kang Jamal. Kemudian mereka masuk dan merasa heran
dengan suasana yang terjadi diruangan ini.
“Ada apa ini? Ko pada ribut kaya gini?” Tanya teh
Caroline dengan heran.
Seketika
kami semua langsung diam dan kembali duduk ditempat kami masing-masing.
“Ini teh kami lagi ngomongin masalah yang lagi kita alami
sekarang.” Jawabku dengan pelan.
“Oh gitu, terus kenapa sampe pada ribut gini?” Tanya teh
caroline lagi.
“Maaf teh, kita kebawa emosi gara-gara dia!” Jawab Sella
yang merupakan anggota bantara juga sambil menunjukku.
“Apaan kamu Sella tiba-tiba nyalahin aku?” Jawabku mulai
kesal.
“Ah kamu jangan pura-pura enggak tau gitu!” Saut Nuni
yang juga anggota bantara.
“Apaan sih kalian! Kok jadi tiba-tiba nyalahin aku kaya
gini?” Jawabku sedikit marah.
“Sudah-sudah! Gausah pada ribut gini! Coba sekarang
kalian ceritain kronologi dari masalah ini!” Saut teh Irma yang mulai kesal.
Kemudian kami meneceritakan kronologi dari masalah yang
sedang kami alami sekarang. Setelah selesai menceritakannya, kemudian senior pramuka
kami itu meminta aku dan Sofi yang merupakan Ketua dan Wakil Ketua dari bantara
untuk berdiri didepan. Kemudian mereka mengintrogasi kami berdua.
“Kalian berdua gimana sih? Masalah kaya gini aja gak
berhasil kalian beresin?” Tanya kang Jamal dengan sedikit marah.
“Iya kalian berdua gimana sih? Kamu lagi Indriawan! Kamu
ketuanya malah kamu penyebab dari masalah ini!” Saut teh Caroline ikut marah.
“Maaf teh, tapi bukan saya penyebab dari masalah ini.”
Bantahku.
“Bohong teh, emang benar penyebabnya Indriawan.” Saut
Sofi.
Aku terkejut, aku tak percaya kenapa Sofi bisa berbicara
seperti itu? Aku tak terima dia bicara seperti itu. Lalu aku coba membantah
omongannya.
“Apa maksud kamu Sof? Aku gangerti. Kenapa kamu jadi
nyalahin aku gini?” Aku membantahnya.
“Ah kamu jangan pura-pura gak tahu gitu! Semuanya udah
tahu kok!” Jawab Sofi dengan kesal.
“Tahu apaaa? Aku bener-bener gak ngerti Sof. Kenapa jadi
kaya gini?” Tanyaku dengan bingung.
“Udah diem kamu Indriawan! Kalau salah ya salah aja!
Jangan banyak alesan!” Saut teh Irma dengan suara lantang.
“Dengerin tuh! Temen kamu sendiri yang bilang kalau kamu
itu salah! Mau alesan apa lagi kamu?” Sambung teh Caroline dengan suara lantang
juga.
“Tapi teh, aku gak kaya gitu.” Bantahku lagi.
“Udah kamu jangan banyak omong Indriawan!” Jawab teh Caroline lagi.
“Tolong teh, ijinkan aku memberi penjelasan dulu.”
Pintaku
“Penjelasan apaaa??? Semuanya udah jelas gak ada yang
perlu dijelasin lagi!” Jawab teh Caroline.
“Ah udah diem kamu Indriawan!” Sambung kang Jamal.
Kemudian aku pun diam. Aku masih bingung dan tak percaya
kenapa mereka jadi seperti ini? Kemudian seniorku itu meminta pendapat pada
teman-temanku yang lain.
“Sekarang teteh minta pendapat dari kalian semua. Sok
siapa yang mau ngasih pendapat?” Pinta teh Irma.
“Aku teh!” Saut Elma. “Menurutku Indriawan egois!”
“Sok siapa lagi?” Tanya teh Irma.
“Aku teh! Menurutku Indriawan gak bertanggung jawab!”
Jawab Nadira.
Aku semakin bingung kenapa mereka bicara seperti ini?
Tapi aku tidak tinggal diam. Aku coba membantah omongan mereka. “Tapi teh,
aku....”
“Diem kamu Indriawan! Gak ada yang nyuruh kamu ngomong!”
Saut teh Caroline.
Aku pun kembali diam. Aku bingung apa yang harus aku
lakukan sekarang?
“Sok siapa lagi? Masih ada?” Tanya kang Jamal.
“Aku! Menurutku Indriawan gak dewasa.” Jawab Amel.
“Menurutku Indriawan kekanak-kanakan.” Saut Nuni.
“Menurutku Indriawan suka marah-marah gak jelas.” Sambung
Sella.
“Menurutku Indriawan keras kepala.” Saut Helvia.
“Menurutku Indriawan gak mau kalah, dia pengen menang
sendiri.” Jawab Bunga.
“Menurutku Indriawan kurang peduli terhadap anggotanya.”
Jawab Iis.
“Menurutku Indriawan bukan pemimpin yang baik.” Jawab
Yusi.
“Menurutku Indriawan gak pantes jadi ketua!” Jawab Anissa.
Mendengar perkataan teman-temanku tadi aku terkejut. Aku
bingung. Aku sedih. Aku tak percaya mereka bisa berbicara seperti itu padaku,
tapi aku hargai pendapat mereka, aku jadikan itu sebagai bahan untuk
introspeksi diriku untuk membuatku menjadi seseorang yang lebih baik. Lalu aku
tidak tinggal diam. Aku coba membantah omongan mereka semua.
“Maaf, tapi aku tidak seperti itu. Itu semua tidak
benar.” Bantahku.
“Mau alesan apalagi kamu? Udah jelas-jelas kamu salah!
Udah banyak temen kamu yang bilang!” Sambung teh Caroline.
“Maaf teh, tolong kasih kesempatan aku untuk melakukan
pembelaan.” Pintaku.
“Pembelaan apalagi? Semuanya udah jelas!” Jawab teh
Caroline.
“Tunggu teh, menurutku semua perkataan teman-temanku tadi
tidak benar.” Saut Mega.
“Iya, Indriawan tidak seperti itu.” Ujar Resti.
“Benar, menurutku Indriawan enggak egois, dia juga
bertanggung jawab.” Sambung Desy.
“Indriawan Pemimpin yang baik.” Jawab Wasky.
“Indriawan juga pantas jadi ketua.” Saut Laras.
“Iya benar, aku setuju sama semua omongan teman-temanku
tadi.” Sambung Fitri.
Mendengar jawaban beberapa temanku tadi, aku terkejut
sekaligus merasa senang karena masih ada diantara teman-temanku yang membelaku.
Aku merasa sedikit tenang.
“Baik, sudah cukup. Kami terima semua pendapat kalian.”
Kang Jamal memotong.
“Gimana Indriawan? Seneng ada yang belain?” Sambung teh
Caroline.
“Tapi yang belain kamu Cuma 6 orang tuh!” Saut teh Irma.
“Masih banyak yang gasuka sama kamu daripada yang belain
kamu!” Sambung kang Jamal.
“Gapapa, yang penting masih ada yang membelaku. Makasih
buat temen-temen yang udah belain aku.” Jawabku.
“Tapi dengan gitu kamu tetep salah Indriawan! Sebagian
besar temenmu nyalahin kamu!” Ujar teh Caroline sambil kesal.
“Sekarang mau kalian apain nih temen kalian yang satu
ini?” Tanya teh Irma.
“Udah keluarin dari Capas 2013 aja teh!” Saut Elma.
“Iya setuju keluarin aja!” Sambung Sella.
“Gimana tuh Indriawan? Temen kamu sendiri pengen kamu
keluar?” Tanya teh Caroline.
“Tidak teh, aku tidak mau keluar dari bantara. Aku masih
ingin berjuang bersama teman-temanku.” Jawabku dengan sedih.
“Tapi aku gak mau lagi berjuang sama kamu! Aku mau kamu
keluar aja!” Sambung Anissa.
“Iya aku juga maunya kamu keluar aja!” Sambung Nadira.
“Dengerin tuh apa kata temen-temenmu Indriawan! Mereka
udah gamau lagi berjuang bareng kamu.
Mereka pengennya kamu keluar bantara .” Ujar teh Caroline.
“Yaudah sekarang pake tas kamu Indriawan!” Ujar kang
Jamal.
“Tidak, saya tidak mau!” Bantahku.
“Cepetan pake!” Sambung kang Jamal.
“Tapi aku masih ingin berjuang sama teman-temanku!”
Jawabku.
“Tapi teman-temanmu udah gak mau berjuang lagi sama kamu
Indriawan!” Sambung teh Irma.
“Maaf, tapi saya masih mau berjuang dengan Indriawan.”
Jawab Mega dengan sedih.
“Tapi saya udah gak mau Mega !” Elma menjawab dengan
sedih juga.
“Tapi saya masih tetap ingin Indriawan berjuang bersama
kami. Saya tidak ingin Indriawan keluar!” Saut Mega sambil menjatuhkan air
mata.
“Udah kamu Mega gausah nangis! Biarin aja! Orang kaya dia
gak pantes ditangisin!” Saut Sofi.
“Diem kamu Sofi!!” Jawabku dengan kesal.
“Udahlah Mega, biarin aja orang kaya dia gak pantes
bareng sama kita.” Sambung Elma yang ikut menangis.
“Udah kalian diam! Tolong kalian jangan nangis gara-gara
masalah ini. Aku gak tega liat kalian kaya gini! Udah cukup! Kalau gini,
baiklah, aku akan keluar dari bantara kalau emang ini yang terbaik!” Ucapku
sambil tak tahan menahan jatuhnya air mata.
“Indriawan jangannnn!!!” Saut Mega sambil menangis
kencang.
Tiba-tiba, sesuatu yang mengejutkan tiba. Seorang
perempuan datang menghampiriku dengan membawa kue. Aku tak tahu siapa dia. Lalu
ku usap air mataku, ternyata dia adalah pacarku. Lalu mereka semua bersorak
sambil menyanyikan lagu selamat ulang tahun padaku. Aku terkejut, ternyata yang
mereka lakukan tadi itu semua hanya sandiwara. Mereka semua mengerjaiku. Sedih
sekaligus senang yang aku rasakan saat itu. Seketika aku menangis sambil
berteriak: “AGHHHHHHH ! AKU DIKERJAIN!!!”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar